onenet.co.id - Suasana tenang di perlintasan kereta api Jati, Kelurahan Jati, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, mendadak berubah menjadi kepanikan pada Kamis (21/8/2025) sekitar pukul 11.30 WIB.
Satu mobil Honda Brio putih bernomor polisi F 1150 FAO terseret sejauh hampir 10 meter setelah dihantam kereta api Minangkabau Ekspres jurusan Simpang Haru-Bandara Internasional Minangkabau (BIM).
Di dalam mobil tersebut terdapat tujuh pelajar SMA Negeri 10 Padang, semuanya duduk di kelas XI.
Kecelakaan itu merenggut dua nyawa muda, Nabila Khairunisa, putri dari Kapolres Solok Kota, AKBP Mas'ud Ahmad dan Alya Azzura, yang sempat kritis dan meninggal di RSUP M Djamil Padang pada pukul 13.00 WIB.
Lima rekan mereka yang lain mengalami luka-luka dan hingga Kamis sore masih menjalani perawatan intensif di RS Yos Sudarso dan RSUP M Djamil.
Menurut keterangan saksi, Edi (60), seorang buruh yang tinggal di sekitar lokasi, mobil datang dari arah Jati Parak Salai menuju Jalan Raya Jati.
Saat melewati rel tanpa palang pintu resmi, kereta Minangkabau Ekspres melintas. Klakson lokomotif sudah dibunyikan berulang kali, tetapi mobil tetap melaju.
“Kereta menabrak bagian samping mobil, lalu menyeretnya sekitar 10 meter. Suaranya keras sekali, orang-orang langsung berlarian ke lokasi,” ujar Edi.
Warga bersama petugas segera mengevakuasi para korban yang terjebak di dalam mobil.
Teriakan panik bercampur dengan tangis histeris keluarga yang datang ke rumah sakit, menambah suasana haru pascakecelakaan.
Pernyataan PT KAI
PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre II Sumatera Barat (Sumbar) menyatakan keprihatinan mendalam atas kejadian ini.
Kepala Humas PT KAI Divre II Sumbar, Reza Shahab, menegaskan bahwa kecelakaan tersebut merupakan pengingat pentingnya kepatuhan masyarakat terhadap aturan keselamatan di perlintasan sebidang.
“Masinis telah membunyikan klakson berkali-kali sebelum melintas. Namun, pengemudi tidak mengindahkan peringatan tersebut. Perlintasan ini juga bukan perlintasan resmi, sehingga risikonya sangat tinggi,” ujar Reza.
Ia menambahkan, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, pengguna jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api. Pelanggaran dapat dikenai sanksi pidana.
“Kami berharap masyarakat lebih disiplin. Keselamatan adalah tanggung jawab bersama. Jika terjadi kecelakaan, tidak hanya pengguna jalan yang rugi, tetapi PT KAI juga mengalami dampak operasional,” kata Reza.
Kecelakaan ini menyisakan luka mendalam, terutama bagi keluarga korban dan lingkungan sekolah. SMA Negeri 10 Padang berduka atas kehilangan dua siswi mereka.
Rekan-rekan sekelas korban berkumpul di sekolah dan melayat ke rumah duka untuk mendoakan dan memberikan dukungan moral kepada keluarga.
Warga sekitar berharap pemerintah dan PT KAI memperketat pengawasan serta menambah fasilitas keselamatan di perlintasan sebidang, terutama yang belum memiliki palang pintu.
"Anak-anak muda sering lewat sini. Kalau tidak ada penjaga atau palang, rawan sekali,” kata seorang warga, Novi.
Perlintasan kereta api selalu menjadi titik rawan kecelakaan di berbagai daerah, termasuk Sumbar.
KAI Divre II Sumbar mencatat, sebagian besar kecelakaan di perlintasan sebidang terjadi karena kelalaian pengguna jalan. Kasus ini kembali menegaskan betapa satu kelengahan kecil dapat berakibat fatal.
Tragedi di Jati Koto Panjang bukan hanya kehilangan bagi keluarga korban, melainkan juga pengingat pahit bahwa keselamatan di jalan raya adalah tanggung jawab bersama. Setiap rambu, klakson, atau peringatan bukan sekadar formalitas, melainkan alarm nyawa yang harus ditaati
Source : Sumbar Daily
0 Komentar